29.3.12

Dzun Tiqom

(Maha Pembalas Dosa)

Saudaraku…

Salah satu sifat Allah subhanahu wa ta ‘ala yang sangat indah dan penuh hikmah adalah dzun tiqom. Artinya Allah subhanahu wa ta ‘ala Maha Pembalas Dosa atau Maha Menghukum yang bersalah. Di satu pihak, Allah Maha Mengasihi, Maha Mengampuni, mau dan bisa mengampuni. Tetapi karena hikmah yang besar, Dia juga tidak bisa begitu saja mengampuni, karena terkait dengan Maha Adil-Nya yang harus menghukum seorang pendosa.

Allah subhanahu wa ta ‘ala akan membalas semua keburukan dengan seadil-adilnya. Tidak ada yang bisa menolak, membantah ataupun lolos bila Allah subhanahu wa ta ‘ala sudah menetapkan hukuman kepada manusia. Setitik dosa pasti ada pertanggung-jawabnya.

Allah subhanahu wa ta ‘ala berfirman: “Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah-pun, niscaya dia akan melihat balasannya pula.” (QS Az-Zalzalah, 8)

Ilmu Allah subhanahu wa ta ‘ala meliputi segala sesuatu, sekecil apapun itu.

(Luqman berkata:) “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS Luqman, 16)

Kita harus selalu waspada terhadap rayuan yang mengajak dan mempengaruhi manusia melakukan perbuatan-perbuatan dosa. Apa yang dilakukan manusia, sejak dari yang besar sampai yang sekecil-kecilnya, yang nampak dan yang tidak nampak, yang terlihat dan yang tersembunyi, baik di langit maupun di bumi, pasti diketahui Allah. Karena itu Allah pasti akan memberikan balasan yang setimpal dengan perbuatan manusia itu; perbuatan baik akan dibalasi dengan surga yang penuh kenikmatan, sedang perbuatan jahat dan dosa akan dibalas dengan neraka yang menyala-nyala. Pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu yang tidak ada sedikitpun yang luput dari pengetahuan-Nya.

Hati-hatilah wahai saudaraku…

Jika kita sudah merasa nikmat dengan berbuat dosa baik dengan meninggalkan kewajiban atau dengan melakukan larangan-larangan yang Allah haramkan, maka sesungguhnya itu adalah tipu daya setan yang membuat keburukan menjadi indah. Sehingga kita terkurung dalam lingkaran setan tanpa berkeinginan untuk keluar. Ia adalah kenikmatan semu yang bersumber dari hawa nafsu. Nafsu yang sudah akrab dengan dosa, akan mendorong kepada keburukan (ammaratun bissu). Di saat kita berbuat dosa maka nafsu mendorong kita untuk terus menambah dan memperbanyak dosa, karena ia tidak akan pernah merasa puas, ibarat meminum air laut, semakin diminum akan semakin haus.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menggambarkan kondisi hawa nafsu manusia yang tidak pernah merasa puas dengan sabdanya, “Seandainya anak cucu Adam diberikan sebuah lembah yang berisi emas, niscaya dia akan berharap untuk mendapatkan lembah emas yang kedua , dan tidak ada yang bisa menyumpal mulutnya selain tanah kuburan (dia akan terus menjadi tamak hingga dia mati).” (HR Ibnu Majah)

Di saat nafsu kita terus berkobar, pada saat yang sama justru hati nurani kita semakin tertutupi dan merasakan kegersangan, bahkan hidup terasa sempit dan hampa. Hati nurani kita tertutupi oleh noda-noda dosa yang kelam, karena setiap satu dosa yang dilakukan ia menjadi satu titik hitam di hati kita.

Hentikanlah dosa sekarang juga! Sebab, timbangan untuk menimbang dosa pun sangat detail dan sangat tepat.

Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun.” (QS Al Anbiya, 47)

Allah subhanahu wa ta’ala menyebut Dirinya sebagai syadidul iqob (keras siksanya). Balasan-Nya bisa menimpa di dua negeri, dunia maupun akhirat.

Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Al Baqoroh, 201)

Dikutip dari Kartu Dakwah seri ke-28 terbitan HASMI (Radio Fajri FM) Bogor.

23.3.12

Menghindari Syubhat


Suatu waktu Bisyr berdagang ke Negeri Mesir dengan membawa 80 potong kain sutera. Semua barang dagangan Bisyr didapati dari Imam Abu Hanifah. Di antara 80 potong kain sutra itu ternyata ada 1 potong kain yang cacat. Hal itu oleh Abu Hanifah diberitahukan kepada Bisyr agar dikatakan terus terang kepada calon pembelinya.

Di Mesir, barang dagangan Bisyr habis terjual, tanpa kecuali sepotong kain sutera yang cacat tersebut. Imam Abu Hanifah tentu saja sangat senang menerima laporan dan setoran uang hasil penjualan dagangannya. Namun, tiba-tiba Abu Hanifah menjadi sedih, ketika mengetahui bahwa sepotong kain yang cacat itu ikut terjual tanpa diberi tahu keadaan kain itu sebenarnya kepada si pembeli. Dan kain yang cacat itu terjual dengan harga yang biasa. Bisyr pun berkata, “Maaf, Aku telah lupa mengatakannya, Abu Hanifah.”

Abu Hanifah sangat menyesal mendengar laporan Bisyr tersebut. Dia menyesal karena rezeki yang diterimanya itu menjadi syubhat sebab Bisyr lupa mengatakan keadaan sebenarnya mengenai kain sutera cacat yang dijual.

Akhirnya, Imam Abu Hanifah membagi-bagikan uang 1.000 dinar hasil penjualan kepada fakir miskin, karena Imam Hanifah tidak mau rezekinya yang halal tercampur dengan barang yang syubhat.

Begitu indah teladan Imam Abu Hanifah tersebut. Dari kisah tersebut Sang Imam mengajarkan kita untuk selalu jujur pada transaksi bisnis dan menghindari syubhat. Rasulullah SAW telah bersabda, “Sesungguhnya yang halal sudah jelas dan yang haram sudah jelas, di antara keduanya ada perkara syubhat yang tidak diketahui oleh banyak manusia. Barang siapa berhati-hati dengan yang syubhat, ia telah memelihara agama dan kehormatannya. Barang siapa yang terjatuh pada syubhat, maka ia telah terjerumus pada yang haram”. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim yang bersumber dari An-Nu’man bin Basyir.

Dalam hadis tersebut Rasulullah SAW menganjurkan umatnya menghindari perkara syubhat, karena dikhawatirkan terjebak dan berpotensi masuk ke dalam perbuatan haram. Syubhat dihindari agar dapat menjaga kehormatan dirinya.

Sabda Nabi Muhammad SAW tersebut merupakan peringatan bagi umat untuk berhati-hati dalam masalah halal dan haram, serta sesuatu yang tidak jelas (syubhat) antara halal dan haram. Perihal syubhat tersebut bisa terkait makanan yang dikonsumsi, nafkah kepada keluarga, rezeki yang didapat, maupun hal lain yang terkait dengan hidup keseharian manusia.

Kir atau kalibrasi perlu untuk menghindari syubhat! ..."Bang beli jeruk 1 kg!"

Syubhat dalam Islam harus dihindari karena secara umum perkara yang samar-samar menimbulkan keraguan. Oleh sebab itu, meninggalkan segala sesuatu yang meragukan merupakan perbuatan mulia.

Dari hadis riwayat Imam Muslim di atas, tersurat bahwa dengan menghindari perkara syubhat akan memberi dampak pada akhlak manusia. Dengan menghindari syubhat di akhirat ia akan menghindari manusia dari neraka dengan segala siksanya. Karena dengan menghindari syubhat manusia terhindar dari menzalimi dirinya dan manusia lainnya.

Islam mengharamkan merugikan orang lain, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Ibnu Majah yang bersumber dari Ubadah bin Ash-Shamit, “Tidak boleh merugikan dan dirugikan.

Semoga bermanfaat!

Wa Allahu a'lam.
(Muhammad Arif Fadhillah Lubis, SHI, MSI)
 http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=15822:menghindari-syubhat-&catid=80:lentera&Itemid=251

Baca juga:Penyakit Syubhat & Syahwat





Dari YouTube...
Dari sebuah Debat... "Siapakah Yesus... Tuhan atau Nabi?"


Lihat langsung di YouTuberuth...

16.3.12

Akhlaqul Karimah

(Budi pekerti yang baik)

Berakhlaqul karimah!


Karena kita tidak sendirian...

Jika kalian sedang bertiga, maka janganlah dua orang berbisik tanpa (mengikutkan) seorang yang lain, sehingga kalian membaur dalam pergaulan dengan manusia, sebab yang demikian itu akan membuatnya sedih.” (HR Bukhari)

.., jika engkau memasak makanan berkuah, perbanyak airnya, lalu bagi-bagikan ke tetanggamu!” (HR Muslim)

“Bukanlah seseorang yang sempurna imannya orang yang kenyang sementara tetangganya dalam keadaan lapar.” (HR Bukhari)

“Demi Allah tidak beriman! Demi Allah tidak beriman! Demi Allah tidak beriman!” Beliau pun ditanya, 'Siapa, wahai Rasulullah?' Jawab beliau, 'Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.'" (HR Bukhari & Muslim)

Seorang muslim sejati adalah bila kaum muslimin merasa selamat (aman) dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR Muslim)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya.” (QS An-Nur: 27)

Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.” (QS Al-Maaidah: 8)

dan bahkan kepada hewan pun...

“Sesungguhnya Allah menetapkan ihsan (kebaikan) pada segala sesuatu. Maka jika kalian membunuh hendaklah kalian berbuat ihsan dalam membunuh, dan apabila kalian menyembelih, maka hendaklah berbuat ihsan dalam menyembelih. (Yaitu) hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya agar meringankan binatang yang disembelihnya.” (HR Muslim)

“Ketika kamu melakukan perjalanan melalui sebuah daerah yang subur, maka perlambatlah agar unta-untamu sempat makan rumput. Dan jika kamu melewati sebuah wilayah yang tandus dan kering, percepatlah langkahmu untuk menyedikitkan rasa lapar yang menimpa binatang-binatang itu.” (HR Muslim)

“Suatu hari kami bepergian bersama Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam. Di tengah perjalanan, beliau memisahkan diri untuk menunaikan hajat. Saat itu kami melihat induk burung bersama kedua anaknya yang masih kecil. Maka kami mengambil dua anak burung itu. Induk burung pun mengepak-epakkan sayapnya gelisah. Manakala Nabi shallallahu’alaihiwasallam datang beliau bertanya, “Siapa yang menyakiti burung ini (dengan mengambil) anaknya? Kembalikan anaknya kepada sang induk!”. Beliau juga melihat ada perkampungan sarang semut telah dibakar. Beliaupun berkata, “Siapa yang membakar ini?”. “Kami”. “Tidak pantas menyiksa dengan api kecuali Penguasa api” (HR Abu Dawud dan isnadnya dinilai sahih oleh al-Hakim)

dan kepada saudara kita yang sedang tidak berada di sekitar kita pun...

Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. …” (QS Al Hujurat: 12)

“Tahukah kalian apakah ghibah itu?” Mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui”. Beliau bersabda: “Yaitu engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang dibencinya (tidak disukainya)”, ditanyakan: “Bagaimana halnya jika apa yang aku katakan itu (memang) terdapat pada saudaraku?” Nabi menjawab: “Jika apa yang kamu katakan terdapat pada saudaramu maka engkau telah menggunjingnya (melakukan ghibah) dan jika ia tidak terdapat padanya maka engkau telah berdusta padanya.” (HR Muslim)


dan karena ini adalah salah satu sebab diutusnya rasulullah...

Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR Ahmad)

Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam manusia yang paling bagus akhlaknya.” (HR Bukhari & Muslim)

Sungguh engkau (wahai Muhammad) berbudi pekerti (memiliki akhlak) yang agung.” (QS Al-Qalam: 4)

sehingga...

Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (HR At-Tirmidzi)

Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin kelak di hari kiamat daripada budi pekerti (akhlak) yang baik. Dan sungguh Allah membenci orang yang suka berkata keji, berucap kotor(jelek).” (HR At-Tirmidzi)

“Rasulullah ditanya tentang perkara apa yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga. Beliau menjawab, ‘Takwa kepada Allah dan budi pekerti (akhlak) yang baik.’ Ketika ditanya tentang perkara yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka, beliau jawab, ‘Mulut dan kemaluan’.” (HR Bukhari)

Dalam riwayat lain Rasulullah bahkan memberikan jaminan atau garansi...
Barangsiapa menjamin untukku apa yang ada di antara kedua dagunya (lisan) & apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluan), maka aku akan menjamin untuknya surga.” (HR Bukhari)

dst... dst...

Baca juga:
Islam Agama Kasih Sayang
Tauhid & Aqidah, Definisi dan Cakupan Bahasannya


Kotretan...
Qualitas AKHLAQ terhadap makhluq dan Khaliq berbanding lurus dengan Qualitas AQIDAH serta TAUHID yang benar dan lurus.
Dan semua itu bersumber dan berdasarkan pada pemahaman ILMU.

Barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia, hendaklah dengan ilmu. Siapa yang ingin kehidupan akhirat dengan ilmu. Dan siapa yang menginginkan keduanya (dunia & akhirat) juga dengan ilmu” [HR Bukhari & Muslim]

Kamus...
Kejahilan artinya adalah kebodohan.

Murni Hidayah...
Non Muslim di Indonesia kurang tertarik dengan Al Islam karena akhlak -sebagai garda terdepan- sebagian muslim di Indonesia tidak membawa mereka untuk "mau" mempelajari Islam lebih jauh.