3.3.10

Dua Cara Jitu Bahagia di Dunia dan Selamat di Akhirat

Sekalipun dia seorang penjahat, dia tidak ingin anak keturunannya mewarisi perbuatannya. Itulah fitrah manusia, yang sesungguhnya senang kepada kebaikan

Oleh: Sholih Hasyim

TAHUN 2005, di bulan Ramadhan, alkisah, ada seorang pencuri kerudung di sebuah swalayan di kota Surabaya. Sang pencuri akhirnya tertangkap Satpam dan digebuki massa beramai-ramai. Namun betapa mengagetkan, tatkala dalam penjelasannya, ia mengatakan, terpaksa melakukan karena ingin melihat dua putrinya bahagian di saat Hari Raya Idul Fitri. Ia mengaku tak ingin menanggung malu jika pulang tanpa membelikan baju baru di bulan Suci itu.
***
Apapun profesi dan status sosial seseorang, mereka semua merindukan kehidupan yang berbahagia di dunia ini dan berlanjut pada kehidupan nanti. Kehidupan dengan keadaan dan sistem waktu lain yang pasti terjadi.

Sekalipun dia seorang penjahat, dia tidak ingin anak keturunannya mewarisi perbuatannya. Itu berarti fitrah manusia, senang kepada kebaikan yang dikenali hati (al-Ma’ruf) dan benci kepada kejahatan yang diingkari hati (al-Munkar). Ia berharap bahagia di dunia dan selamat di akhirat. Karena dipaksa oleh keadaan tertentu, ia berbuat jahat. Itupun demi kebahagiaan orang-orang terdekatnya. Sekalipun ia merasa ada gugatan batin (nafsu lawwamah) atas perbuatannya.

Ada sebagian orang yang berpandangan, manusia hidup dunia ini akan berbahagia manakala semua kebutuhan jasmani dan rohaninya terpenuhi. Mulailah orang mendaftar kebutuhan-kebutuhan lahir dan batin tersebut. Kebutuhan jasmani : makan dan minum dengan kenyang, pakaian yang cukup, hidup enak, tidur nyenyak, tempat tinggal yang layak, kebutuhan seksual dan kesehatan. Kebutuhan rohani : kasih sayang, rasa aman, harga diri, kebebasan, keberhasilan, rasa ingin tahu terpuaskan.

Doa sapu jagat (memuat cakupan yang luas) yang sering menjadi doa banyak orang adalah mendambakan sukses di dunia dan akhirat.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka" (QS. Al-Baqarah (2) : 201).

Doa diatas menghimpun segala kebaikan/kenikmatan dunia dan menjauhkan segala kerumitannya. Karena kebaikan itu mencakup segala permintaan di dunia, seperti kesehatan, rumah yang luas, kendaraan, istri shalihah, rezeki, ilmu yang bermanfaat, amal shalih, perjalanan yang mudah, pujian dan reputasi yang baik.

Sedangkan kebaikan di akhirat, lebih tinggi dari itu. Misalnya, masuk surga beserta implikasinya berupa keselamatan dari ketakutan yang sangat hebat dan kemudahan hisab. Adapun keselamatan dari neraka menuntut kelancaran dari berbagai sarananya ketika di dunia ini, seperti menjauhi berbagai perkara yang diharamkan, dosa, perkara syahwat dan syubhat dan haram.

Al-Qasim Abu Abdurrahman berkata, Barangsiapa yang dianugerahi hati yang selalu bersyukur (qalban syakiran), lisan yang senantiasa menyebut nama Allah SWT (lisanan dzakiran) , dan diri yang sabar (nafsan shabiran), berarti ia diberi kebaikan dunia dan akhirat serta dipelihara dari neraka. Oleh karena itu, terdapat sunnah yang mendorong pengamalan doa diatas.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas, Sesungguhnya Rasulullah saw menengok seorang muslim yang telah menjadi seperti anak burung karena kemahnya. Rasulullah saw berkata kepadanya, “Apakah kamu memohon sesuatu kepada Allah atau meminta sesuatu kepada-Nya ? Orang itu menjawab, Ya, Aku berdoa, Ya Allah, perkara yang akan Engkau siksakan kepadaku di akhirat itu timpakanlah kepadaku di dunia. Maka Rasulullah saw bersabda, Mahasuci Allah. Engkau tak kuat menerimanya. Mengapa kamu tidak berdoa, Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka ?. Anas berkata, Kemudian dia mengucapkannya, dan Allah menyembuhkannya.” (HR. Muslim).

Demikian pentingnya kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat, dalam posisi bagaimanapun, status sosial apapun, seseorang dalam kehidupannya berusaha semaksimal mungkin, pantang menyerah dan tidak kenal lelah menciptakan kondisi yang mendukung terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Persoalannya, pernahkah manusia dalam kehidupannya merasakan keadaan yang bisa memenuhi kebutuhannya secara utuh, terus-menerus dan permanen ?. Jawabannya : jelas tidak mungkin. Kondisi di dunia ini fluktuatif dan dinamis, selalu berubah-ubah. Peristiwa demi peristiwa datang silih berganti. Kehidupan ini selalu dipergilirkan dan dipergulirkan oleh yang memberi karunia kehidupan. Kata orang, dunia ini selalu berputar bagaikan roda pedati.

Seseorang yang menghendaki sukses yang membahagiakan, dan bisa mempertahankannya, bukan menciptakan kondisi eksternal di luar dirinya, tetapi yang terpenting adalah menciptakan kondisi rohaninya yang membuatnya selalu sukses dan bahagia dalam kondisi yang bagaimanapun. Ternyata, kebahagiaan itu bukan berbentuk barang yang dicari di tempat tertentu. Tetapi, ketentraman itu bersumber dari internal dirinya. Dengan meyakini dan mengamalkan ajaran Islam, dapat menciptakan rohani yang diperlukan agar memiliki spirit yang sama dalam menghadapi pasang surut kehidupan. Diantaranya Istighfar (memohon kepada Allah SWT agar semakin hari ditutupi kelemahan dan kekurangan dirinya) dan Taubat (kembali kepada jalan-Nya).

وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنِّيَ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ

“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling (tidak beristighfar dan bertaubat), maka sesungguhnya Aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.” (QS. Hud (11) : 3).

-Istighfar
Cara lain mencari selama adalah istighfar. Istighfar artinya memohon kepada Allah SWT agar kelemahan dan sisi gelap serta bau tidak sedap kita ditutupi oleh-Nya. Anjuran memperbanyak beristighfar sesungguhnya mengajarkan kepada kita agar setiap saat terjadi peningkatan kualitas diri kita. Baik dari sisi mental spiritual, material dan ilmu pengetahuan. Istighfar tidak sekedar diucapkan di mulut, tetapi terhunjam di hati dan diikuti dengan amal kebaikan yang bisa menghapus kesalahan. Dengan memperbanyak kalimat istighfar mendidik kita untuk selalu meluruskan dan memurnikan niat dan amal kita.

Dalam Al-Quran sering disebut kalimat istighfar, terkadang dalam redaksi perintah.

وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ


"Dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Muzzammil
(73) : 20).

Dan sekali waktu dalam bentuk pujian kepada orang yang minta ampun.

“dan yang memohon ampun di waktu sahur [saat sebelum fajar menyingsing mendekati subuh] (QS. Ali Imran
(3) : 17).

وَمَن يَعْمَلْ سُوءاً أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللّهَ يَجِدِ اللّهَ غَفُوراً رَّحِيماً

“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa (110).

Banyak sekali kalimat istighfar digandeng dengan taubat, berarti istighfar disini ungkapan untuk memohon ampun dengan lisan dan taubat, ungkapan dari berlepas diri dari dosa dengan hati dan anggota tubuh. Hukum istighfar seperti hukum berdoa. Jika Ia menghendaki Ia Mengabulkannya dan mengampuni pelakunya terutama jika keluar dari hati yang tulus mengakui dosa, atau dilakukan pada saat mustajab (terkabul), seperti waktu sahur, selesai shalat fardhu. Dan istighfar yang terbaik adalah dimulai dengan memuji-Nya mengakui segala dosa kemudian memohon ampun kepada-Nya.

“Dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw bahwa ia bersabda : Demi Allah sesungguhnya aku sungguh mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya sebanyak 70 kali lebih dalam sehari.”
(HR. Bukhari & Muslim).

Apabila seorang hamba berharap dengan menghadirkan hati, memurnikan ketaatan hanya kepada-Nya dan menyempurnakan syarat-syaratnya dan menghilangkan penghalangnya, sekalipun tumpukan dosanya sepenuh langit, maka Dia akan mengampuninya.

Al-Hasan berkata : Perbanyaklah istighfar di rumah-rumahmu, dan diatas meja makanmu, dan dijalanmu, di pasarmu dan di majlismu serta dimanapun kamu berada, karena sesungguhnya kamu tidak mengetahui kapan turunnya ampunan.

Imam Qotadah mengatakan : Sesungguhnya Al-Quran ini menunjukkan kepadamu atas penyakitmu dan obatmu, adapun penyakitmu adalah dosa-dosa yang kamu lakukan dan obatmu adalah istighfar.

-Taubat
Taubat dari dosa dengan kembali kepada Yang Maha Mengetahui Yang Ghaib Dan Maha Pengampun segala dosa adalah titik tolak para penempuh jalan menuju Allah SWT, modal orang-orang yang sukses, tapak tilas orang yang menghendaki keridhaan-Nya, dan kunci istiqomah bagi orang-orang yang menyimpang, dan tempat berpijak manusia-manusia bersih dan makhluk pilihan dan orang-orang yang dekat dengan-Nya.

Taubat adalah permulaan dan akhir perjalanan menuju-Nya.

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ


“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
(QS. An-Nur (24) : 31).

Ayat diatas turun di Madinah, diserukan oleh Allah SWT kepada ahlul iman dan manusia pilihan-Nya untuk bertaubat setelah keimanan, kesabaran, hijrah dan jihad mereka. Dia menggandeng kata taubat dengan al-falah (kesuksesan di akhirat) dan menggunakan kata “la’alla”, ini berarti mengandung pelajaran yang berharga, jika kamu bertaubat maka kamu akan memiliki harapan untuk berhasil. Tidak mengharapkan keberhasilan melainkan orang-orang yang bertaubat.

Orang yang menyadari kekurangan dirinya dan menyesalinya menunggu turunnya rahmat dan orang yang bangga dengan amal shalihnya mendatangkan kemurkaan Allah SWT, meminjam kata bijak.Taubat adalah kembali ke jalan kebenaran dan berlepas diri dari pengaruh orang-orang yang tersesat dan dimurkai.

Jika dosa berhubungan dengan Allah SWT maka syarat diterimanya adalah berlepas diri darinya, menyesalinya dan bertekat untuk tidak mengulanginya. Adapun jika dosa menyangkut dengan orang lain maka ia harus memperbaiki hubungan yang telah rusak dan minta maaf dan mohon keridhaan dari kesalahan yang di perbuat kepadanya.

“Barangsiapa yang berbuat zhalim kepada saudaranya, baik berupa harta ataupun kehormatan (harga diri) maka hendaklah dihalalkan pada hari itu sebelum masa dimana (tidak diperhitungkan) dinar dan dirham kecuali kebaikan dan keburukan.” (HR. Bukhari).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحاً عَسَى رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia, sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. At-Tahrim (66) : 8). [Kudus, 14 Januari 2010/www.hidayatullah.com]

Penulis adalah kolumnis www.hidayatullah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar